BLOG GURU PKn...... SEMOGA ISI DARI BLOG INI BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA.....

CATATAN KOMNAS HAM

Undang-Undang Dasar 1945 memberikan adanya jaminan bagi setiap orang untuk menikmati hak-hak asasi dan kebebasan dasarnya. Bahwa negara, terutama pemerintah mempunyai kewajiban sebagaimana dimandatkan di dalam konstitusi untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia. Mencermati kondisi Hak Asasi Manusia di Indonesia, peristiwa-peristiwa yang terjadi, dan pengaduan-pengaduan yang diterima sepanjang 2008, maka Komisi Nasional Hak Asasi (Komnas HAM) menyampaikan butir-butir pernyataan sebagai berikut:

1.

Dari sudut standard setting selama setahun terakhir menunjukkan sejumlah kemajuan dalam perlindungan dan pemajuan hak asasi. Perbaikan tekstual, secara khusus pada 2008, tampak dari diundangkannya sejumlah legislasi dan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Selain itu, telah pula tersedia mekanisme untuk mereview berbagai kebijakan dan perangkat peraturan perundangan. Berbagai persoalan perenial hak asasi seperti paham universalitas, justiciability, dan agenda mematahkan impunitas mulai menemukan jalan keluarnya. Meskipun demikian kapasitas dan kecepatan negara merespons penyelesaian hukum berbagai kasus pelanggaran hak asasi masih sangat rendah. Perumusan standard setting di tingkat nasional belum diimbangi dengan penegakannya, terutama dalam pengungkapan kebenaran, pemberian keadilan bagi korban, dan perlindungan bagi kelompok rentan.



Hak Sipil dan Politik



2.

Dalam konteks hak sipil dan politik jaminan perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia khususnya hak sipil dan politik mengalami kemajuan berarti dalam tataran normatif dan institusional. Terdapat berbagai produk hukum yang dimaksudkan untuk memberikan penghormatan dan perlindungan hak ini. Menyangkut Hak-hak dan kebebasan sipil warga diperkuat dengan diundangkannya Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Namun demikian, sejumlah peraturan perundang-undangan justru mengurangi kebebasan dan penghormatan hak-hak warga negara seperti Undang-Undang Undang-Undang No 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Komnas HAM mencermati bahwa munculnya ketentuan-ketentuan yang multi tafsir dan kontroversial justru dikhawatirkan merupakan bentuk intervensi negara atas kehidupan dan hak asasi manusia, terutama yang berdampak langsung pada hak dan kebebasan dasar kelompok-kelompok minoritas, terutama kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transjender) dan berpeluang mengakibatkan terjadinya pelanggaran kewajiban negara untuk menghormati hak asasi manusia.



*

Reformasi institusional juga terjadi pada lembaga-lembaga yudisial berupa penguatan peran sejumlah lembaga state auxiliaries seperti Ombudsman Republik Indonesia melalui Undang-Undang No. 37 tahun 2008 dan mulai bekerjanya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dapat menjadi mekanisme penegakan hak asasi. Berbagai kemajuan ini tampak membawa implikasi positif pada administrasi keadilan kebebasan politik, dan pelayanan publik. Yang kasat mata, terlihat menjamur berbagai organisasi rakyat maupun partai-partai politik, sementara berbagai pemilihan kepala daerah di tingkat lokal berlangsung relatif aman dan pengungkapan kasus-kasus korupsi juga terus berjalan.



*

Sepanjang 2008 berbagai kemajuan di bidang hak asasi manusia dan kebebasan dasar itu dihadang oleh perilaku kekerasan mayoritas atas kelompok minoritas agama maupun politik. Para pemeluk agama minoritas maupun aliran kepercayaan berikut kelompok-kelompok yang mendukungnya diperlakukan bukan saja secara diskriminatif, namun juga mengalami kekerasan fisik dan serangan terhadap sekolah-sekolah dan rumah ibadah, seperti yang masih dialami oleh seperti Jamaah Ahmadyah, Jamaah Al-Qiyadah Al Islamiyah Siroj Jaziroh, Gereja Tani Mulya, dan Gereja Kristen Pasundan Dayeuh Kolot. Selain itu, diskriminasi ini juga terjadi dalam bentuk peraturan-peraturan daerah syariat yang berdampak langsung terhadap penghormatan dan kebebasan dasar dari berbagai kelompok minoritas dalam masyarakat. Ironisnya, dalam menghadapi masalah demikian negara cenderung melakukan pembiaran bahkan mengkriminalkan korban.



*

Supremasi hukum yang berkeadilan juga masih sangat lemah di mana terdapat jurang yang lebar antara yang landasan normatif dan penegakannya. Praktik penyiksaan masih tetap terjadi, bukan hanya di tempat-tempat penahanan/penghukuman akan tetapi juga tempat-tempat lain terutama di tempat-tempat dimana orang dirampas kebebasannya, sementara di tingkat nasional belum tersedia mekanisme nasional yang efektif untuk pencegahan penyiksaan. Selain itu, Komnas HAM juga mengamati sejumlah kasus salah tangkap (seperti pada kasus Imam Hambali alias Kemad dan David Eko Priyanto), dan berbagai kekerasan yang dilakukan dalam operasi preman. Selama 2008 ini, Komnas HAM mencatat bahwa sistem hukum dan jajaran aparatur negaranya belum mampu mengungkap dan menjawab kasus pembunuhan Munir, aktivis Hak Asasi Manusia.



*

Kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat, baik yang terjadi sebelum maupun sesudah diundangkannya Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM masih menumpuk di tangan penyidik. Bahkan sejak pengadilan HAM yang digelar di Makasar untuk kasus Abepura, hingga hari ini belum ada satu pun hasil penyelidikan Komnas HAM untuk kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat, yang ditindaklanjuti oleh Kejaksaan untuk dibawa ke Pengadilan HAM. Debat prosedural dan politis tidak berkesudahan. Lemahnya perangkat legislasi tidak kunjung diantisipasi. Sampai dengan akhir tahun 2008 ini setidaknya 7 (tujuh) hasil penyelidikan Komnas HAM masih macet di Kejaksaan untuk kasus Penembakan mahasiswa Trisakti, kasus Mei 1998, kasus Semanggi I, Kasus Semanggi II, Kasus Wamena, Kasus Wasior, dan kasus penculikan aktivis 1997-1998.



*

Pelaksanaan hukuman mati selama 2008 masih menunjukkan angka yang tinggi. Pada periode Januari-Juli 2008 sebanyak 6 terpidana mati dieksekusi, dan diikuti dengan 3 orang terpidana mati bom Bali yang dilaksanakan pada Nopember 2008 yang lalu dan rencana eksekusi 2 orang terpidana mati lainnya pada akhir tahun ini. Bahkan, pada periode 18-19 Juli 2008 eksekusi terjadi dengan jarak waktu yang sangat pendek yaitu tidak lebih dari satu jam. Putusan mengenai hukuman mati yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konsititusi menjadi catatan yang memprihatinkan terkait dengan proses penegakan hukum yang berkeadilan dan memperhatikan penghormatan terhadap hak asasi manusia.



Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya



*

Dalam konteks hak ekonomi, sosial, dan budaya (Hak Ekosob), masih ada pandangan yang melihat hak ekosob bukan sebagai hak asasi, baik di kalangan pemerintah maupun di kalangan masyarakat sipil, dan terutama sektor bisnis. Hak asasi manusia, terutama hak ekosob tidak digunakan sebagai paradigma dalam penyusunan kebijakan pembangunan (rights-based approach). Akibatnya, meskipun berbagai kebijakan pembangunan dibuat, namun hak warga negara tetap tidak terlindungi dan terpenuhi dan korban-korban pelanggaran terus menerus berjatuhan, seperti pada kasus-kasus penggusuran, kurang gizi/gizi buruk, pemutusan hubungan kerja secara massal, dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Kepentingan dan nilai-nilai fundamentalisme pasar justru dilindungi dan pada gilirannya meniadakan hak asasi terutama hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.



*

Sepanjang 2008, Komnas HAM mencatat masih tingginya tindakan penggusuran rumah-rumah dan pemukiman rakyat. Bahkan tindakan-tindakan tersebut didukung dengan legislasi daerah dan anggaran yang cukup besar. Sebagian besar, penggusuran tersebut dilakukan tanpa memberikan solusi nyata kepada rakyat mengenai tempat tinggal yang baru yang semakin menunjukkan kegagalan Pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan pemukiman bagi rakyat miskin.



*

Komnas HAM mengamati secara serius permasalahan gizi buruk serta tingginya kematian ibu dan balita yang seperti fenomena gunung es karena jumlah balita (anak usia di bawah lima tahun) yang mengalami gizi buruk lebih dari asumsi yang sudah diperkirakan berbagai pihak, terutama untuk wilayah-wilayah terpencil. Berbagai kasus kurang gizi/gizi buruk dan berbagai masalah di bidang ekonomi, sosial dan budaya diamati juga meningkat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kebutuhan pokok lainnya. Berbagai upaya penanggulangan kemiskinann telah dilakukan oleh negara, antara lain melalui Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri). Komnas HAM mencermati bahwa program BLT yang telah dilakukan, alih-alih mengurangi jumlah orang miskin tapi justru membuat orang miskin semakin tergantung. Komnas HAM juga mengamati bahwa upaya pengentasan kemisknan tidak dilakukan dengan memastikan terpenuhinya hak-hak eskonomi, sosial, dan budaya.



*

Persoalan semburan lumpur panas Lapindo Brantas di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, telah mengakibatkan masalah pelik dari aspek teknis dan sosial. Pemerintah kewalahan menghentikan semburan, merelokasi warga yang tempat tinggalnya tergenang lumpur, dan meminta petanggungjawaban PT Lapindo Brantas Inc, sebagai operator eksplorasi sumur Banjar Panji, Sidoarjo. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Lumpur Lapindo, warga mendapat ganti rugi secara bertahap. Namun penyelesaian ganti rugi itu pun masih berlarut-larut dan korban masih belum juga mendapatkan hak-haknya. Lambannya sikap Pemerintah, ditambah lagi dengan masih dilakukannya negosiasi ulang untuk pembayaran ganti rugi tersebut memperlihatkan bahwa Pemerintah, tidak saja, abai terhadap perlindungan dan pemenuhan hak-hak-korban, namun juga lemah dalam berhadapan dengan korporasi.



*

Berkaitan dengan perlindungan hak-hak buruh, Komnas HAM mencermati bahwa jaminan terhadap hak atas pekerjaan, hak-hak pekerja termasuk di dalamnya untuk mendapatkan upah yang adil, hak-hak untuk berserikat, terhalang oleh dikeluarkannya Peraturan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Dalam Negeri,Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor: PER.16/MEN/IX/2008, 49/2008, 932.1/M-IND/10/2008, 39/M-DAG/PER/10/2008 Tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional Dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global. Sesungguhnya, perlindungan negara kepada warganya harus meliputi perlindungan kelompok rentan, yang relatif tidak memiliki kesamaan kedudukan di dalam negara. Membiarkan buruh/pekerja berhadapan langsung dengan pengusaha dalam menentukan hak dan kewajiban masing-masing merupakan pengabaian hak-hak buruh sebagai bagian dari hak asasi yang seharusnya mendapat perlindungan dari Pemerintah, dan hal itu akan berimplikasi langsung pada semakin meluasnya pengangguran.



Dengan berbagai potret kondisi di atas, Komnas HAM memandang bahwa hak asasi manusia dan kebebasan dasar belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh selurh warga negara. Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh, sistematis, dan menyeluruh agar kondisi hak asasi manusia dapat terwujud sebagaimana yang diamanahkan oleh Konstitusi Repubik Indonesia.



Jakarta, 9 Desember 2009

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

(KOMNAS HAM)

MENGAPA MEREKA LEBIH MAJU DARI KITA

Kenapa negara lain bisa menjadi lebih maju dari kita? jawabnya bukan karena mereka lebih dulu merdeka daripada kita, atau sumberdaya alam dan manusia, atau bahkan kekayaan mereka. Negara-negara lain bisa lebih maju dari kita karena mereka menerapkan prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan. mereka selalu menerapkan etika sebagai prinsip hidup, selalu bertanggung jawab dengan pekerjaan, jujur dan berintegritas tinggi, menghormati orang lain, ulet dan tekun dalam bekerja, menghormati dan melaksanakan hukum yang berlaku, tepat waktu, dan yang lebih penting mau menabung dan berinvestasi.
Itulah kunci sukses mereka, marilah kita renungkan kapan kita akan lebih maju atau minimal menyamai mereka. kata belajar dari pengalaman orang lain tepat kiranya agar kehidupan kita bisa sama dengan mereka. S E M A N G A T !!!!! . . . .
. . . ...
HIDUP ITU PILIHAN
JANGAN PERNAH MENYESAL DENGAN APA YANG KITA PILIH
SEMANGAT .....................................

MENTAL BANGSA SEDANG INVALID

Tidak kesatria.
Tidak pemaaf.
Tidak disiplin.
Korup / tidak jujur.
Mendahulukan gengsi.
Salah menempatkan budaya malu.
Tidak biasa membaca

REVITALISASI PANCASILA

REVITALISASI PANCASILA SEBAGAI TAMENG
DISINTEGRASI BANGSA
Oleh : Yuyus Udiarto
Guru Kewarganegaraan SMAN 1 Pare
 Kata Pancasila sudah tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia, kerena Pancasila merupakan dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Pancasila yang sejak tanggal 1 juni 1945 ditetapkan sebagai sebagai dasar Negara mempunyai peranan penting dalam menentukan arah dan tujuan cita- cita luhur bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah beberapa kali merasakan bagaimana dasar negara kita telah menunjukkan kesaktiannya, peristiwa G 30 S PKI, serta rongrongan disintegrasi bangsa telah tumpas oleh kesaktian Pancasila. 
 Semboyan Bhineka Tunggal Ika yang terpampang dalam lambang Negara kita mempunyai arti yang sangat penting dalam mewujudkan Persatuan dan Kesatuan. Seperti kita ketahui bahwa bangsa Indonesia terdiri dari bermacam macam golongan, baik ras, suku, agama dan budaya bangsa yang kesemuanya rentan dengan perpecahan, tapi dengan pemahaman semboyan tadi semua perbedaan menjadi lebur dalam satu kesatuan yaitu bangsa Indonesia. Begitu juga dengan sila-sila dalam Pancasila semuanya mengakomodir perbedaan-perbedaan dalam sistem kemasyarakaan kita. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa adalah alat akomodasi bermacam-macam agama yang telah ada sejak dulu. toleransi, saling menghormati dan persatuan dari para penganut berbagai-bagai agama untuk bersama-sama mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur. Kemudian sila-sila lainya juga formulasi budaya bangsa Indonesia yang telah berlangsung berabad-abad.
 Tetapi sekarang setelah 63 tahun perjalanan Indonesia, nilai-nilai Pancasila telah luntur dari tubuh seluruh Bangsa Indonesia. kemerosotan moral, hilangnya rasa percaya terhadap pancasila, mental bangsa yang sakit, menunjukkan bagaiamana ideologi yang kita cintai tidak lagi mempunyai kewibawaan di mata bangsa. 
 Yang lebih membuat kita semua khawatir, Pancasila sebagai pemersatu bangsa telah mengalami kemerosotan. Tuntutan kemerdekaan dari beberapa wilayah, ditambah hilangnya provinsi Timor-Timur dari peta Negara Indonesia menunjukkan bagaiman alat pemersatu tersebut telah rusak parah. Negara-bangsa yang berpusat di Jakarta semakin berkurang otoritasnya; sentralisme sebaliknya digantikan dengan desentralisasi dan otonomisasi daerah. Dalam hal terakhir ini kita menyaksikan bangkitnya sentimen provinsialisme dan etnisitas yang cenderung mengabaikan kepentingan dan integrasi nasional. Jika ini kita biarkan kemungkinan dalam waktu yang tak begitu lama, nama negara dan bangsa Indonesia hanya akan tinggal kenangan yang mungkin nanti anak cucu kita hanya mendengar kisah dari dongeng kita menjelang mereka tidur.
 Penghapusan Pancasila sebagai asas tunggal mangakibatkan adanya liberalisasi asas dengan munculnya berbagai halauan ideologi yang kesemuanya menghilangkan keadaban bangsa, sehingga kelangsungan kehidupan bangsa cenderung disintegratif. Kelompok-kelompok masyarakat yang berhalauan agama rentan terhadap perpecahan, ini menunjukkan ideologi selain Pancasila tidak dapa mempersatukan semua keberadaan itu.
 Revitalisasi Pancasila mutlak untuk dilakukan jika tidak ingin ada kehancuran di Negara yang kita cintai ini. Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan. Pertama penanaman nilai-nilai Pancasila pada generasi mulai usia anak-anak secara kontinyu sampai mereka dewasa. Kedua menjadikan pancasila sebagai satu-satunya asas dalam segala hal sehingga akan terekonstruksi kembali pemahaman tentang Pancasila. Ketiga tidak menjadikan isu Pancasila sebagai kendaraan Politik menuju kekuasaan, karena dengan hal tersebut kemurnian Pancasila sebagai dasar negara akan hilang. Yang terakhir pemerintah hendaknya mempunyai pemikiran-pemikiran kembali untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada semua lapisan masyarakat dengan formula baru dan disesuaikan dengan perkembangan jaman sehingga penjabaran Pancasila dapat dimengerti,dipahami dan dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat.
 Itulah refleksi tentang perlunya revitalisasi Pancasila, semoga dapat menjadi pelajaran kita semua dan besar harapan semoga Pancasila terefleksi dengan kuat dalam jiwa kita masing-masing.